ULANGAN TENGAH SEMESTER
Nama :
Monica Anggita Djati
NIM/Kelas :
22413241030/MBKM
Mata Kuliah :
Masyarakat Resiko
Prodi :
S1-Pendidikan Sosiologi
Menurut Bisyafar,
Maulana, & Purnama (2023) masyarakat risiko merupakan sebuah keadaan dimana
terjadi perubahan yang baru dalam kehidupan yang disebabkan suatu hal yang mana
bisa bersifat mengancam dan bersifat kemungkinan. Konsekuensi dalam perubahan
ini adalah ketidaktentuan akan ancaman yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Teori masyarakat
risiko Beck (dalam Firdaus, Sonia & Aulia, 2023), menyebutkan ada beberapa
risiko yang dibedakan menjadi tiga risiko diantaranya adalah risiko ekologis,
risiko sosial, dan risiko mental. Menurut Beck, kejadian dari masyarakat risiko
merupakan implementasi logika modernitas atau cara berpikir yang didasarkan pada ilmu-ilmu modern.
Maka dari itu penulis memilih fenomena yang terjadi
akhir-akhir ini dalam masyarakat yaitu tindak pembully-an yang kian marak
terjadi dalam lingkup anak-anak, karena tindakan tersebut merupakan bagian atau contoh dari risiko mental. Seperti yang baru-baru ini terjadi pada salah
seorang siswi SD di Gresik yang mengalami kebutaan akibat ditusuk oleh kakak
kelasnya menggunakan tusuk bakso, yang dilansir dari Kompas.com (15/09/2023). Dilansir
dari bbc.com (03/08/2023) dimana terdapat kasus siswa membakar sekolahnya di
Temanggung, diduga akibat sering dirundung, selain itu dilansir dari Kompas.com
(06/10/2023) seorang siswa SMP di Sragen yang menjadi korban bullying oleh
pelaku yang ternyata sudah putus sekolah. Beberapa berita yang dikutip dari
beberapa sumber berbeda tersebut merupakan beberapa contoh kasus bullying yang
ada di masyarakat saat ini khususnya adalah di kalangan anak-anak usia sekolah.
Dilansir dari cnnindonesia.com (06/09/2023), menurut Federasi Serikat Guru
Indonesia (FSGI) dari data perundungan yang terjadi di satuan pendidikan selama
Januari hingga Juli 2023, 50 persen dari kasus tersebut terjadi di tingkat SD
dan SMP. Dan dilansir dari Kompas.id (09/10/2023), dari data yang di laman
Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak per 3 Oktober
2023, tercatat terdapat 20.270 kasus kekerasan sepanjang Januari 2023 sampai 3 Oktober
2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,3 persen korban berusia 0-5 tahun, 18
persen korban berusia 6-12 tahun, dan 32,1 persen korban berusia 13-17 tahun. Dan
tercatat dari jumlah tersebut sebanyak 80 persen korban adalah perempuan.
Dampak dari pebully-an yang diterima oleh korban dapat bermacam-macam yang diantaranya adalah mental dan emosional korban menjadi terganggu sehingga dapat menyebabkan korban mengalami gangguan kecemasan, stress, depresi, dan kehilangan kepercayaan diri. Pembully-an juga dapat menyebabkan gangguan fisik seperti cedera, lebam, atau memar. Selain itu juga dapat menyebabkan performa akademik korban menjadi menurun akibat kurangnya fokus karena takut dan tidak nyaman saat berada di sekolah. Hal tersebut tentunya sangat memprihatinkan bagi kita semua bagaimana seharusnya pada usia mereka, yang sewajarnya terjadi adalah belajar dan bermain. Lalu apa yang dapat menyebabkan hal tersebut dapat terjadi? Seseorang dapat menjadi pelaku bullying akibat dari lingkungan tempat tinggalnya yang tidak sehat atau kurang aman dan harmonis. Seseorang yang memiliki sikap narsistik dan ingin memegang kekuasaan juga dapat mengubahnya menjadi seorang pembully. Pola asuh orang tua yang salah menjadi salah satu penyebab utama seseorang dapat menjadi pembuly. Terlebih lagi pada era globalisasi saat ini dimana kita dapat mengakses internet dengan mudah, menyebakan anak-anak dapat mengakses hal-hal yang seharusnya tidak dilihat oleh mereka bila tanpa pengawasan orang tua dalam penggunaannya.
Melalui hal ini modal sosial berperan untuk sebagai solusi untuk mengatasi berkelanjutannya kejadian serupa dimasa yang akan mendatang. Modal sosial menurut Na Lin merupakan aset yang terbentuk melalui relasi sosial. Modal sosial yang dapat digunakan sebagai jalan keluar diantaranya adalah Bonding Social Capital dan Bidging Social Capital. Yang berperan dalam Bonding Social Capital ini adalah orang tua siswa dan guru. orang tua dan guru menjadi orang yang paling dekat dengan anak-anak baik saat di rumah maupun di sekolah, dan memiliki ikatan emosional. Orang tua diharapkan dapat mendidik anak mereka dengan penuh kasih sayang dan tanpa kekerasan di dalamnya untuk menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan harmonis selama masa pertumbuhan anak mereka. Lain lagi dengan guru yang akan berperan sebagai orang tua siswa di sekolah, guru diharapkan mampu untuk mengawasi dan mendampingi siswa ketika di sekolah sehingga kegiataan bullying antar siswa dapat terhindarkan. Dengan adanya Bonding Social Capital ini maka anak-anak tentunya akan merasa aman, nyaman, dan penuh dengan perhatian baik dari orang tua dan guru sehingga tidak membuat anak berubah menjadi seorang pembully. Yang selanjutnya adalah Bidging Social Capital dimana yang berperan di dalamnya adalah pihak sekolah dan pemerintah. Pihak sekolah dan pemerintah dapat bekerja sama untuk melakukan sosialisasi secara bertahap mengenai anti bullying. Dari sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan dampak baik kepada siswa di sekolah untuk tidak melakukan bullying.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari pernyataan diatas adalah dimana modal sosial digunakan sebagai
solusi dalam menangani kasus bullying yang akhir-akhir ini menjadi sorotan. Modal
sosial dapat digunakan meningkatkan dan mendayagunakan relasi-relasai sosial
sebagai sumber daya yang diinvestasikan untuk memperoleh manfaat dan
keteraturan sosial.
Sumber Referensi:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cd1n7m1xezdo
Bisyafar, N. K., Maulana, N. R., & Purnama, S.
M. (2023). Ancaman industrialisasi dalam masyarakat risiko. Concept:
Journal of Social Humanities and Education, 2 (2), 29-47.
Firdaus, M. R., Sonia, S. L., & Aulia, K. S. (2023). Petani
durian dalam masyarakat resiko. Student Research Journal, 1 (2),
290-298.
Komentar
Posting Komentar